Rabu, 01 April 2009

Pertanyaan BESAR: hubungan Surga, Neraka dengan Amal, Takdir dan KeadilanNya.

Pertanyaan BESAR?

Mungkin bukan hal besar bagi kebanyakan orang. Apalagi bagi orang-orang yang tidak lagi mempermasalahkan surga dan neraka, mereka yang sudah cukup ikhlas untuk menerima akan ditempatkan di mana saja. Tapi hal ini sudah lamaaaa sekali mengganggu pikiran mbah. Dan mungkin juga sebagian orang lain... Gimana sih hubungan antara Surga, Neraka dengan Amal, Takdir dan KeadilanNya? Kok rasa-rasanya ada pertentangan secara logika. Padahal pemahaman atau teori yang benar-benar benar, mestinya harus tetap benar untuk berbagai kondisi. Tanpa dualisme kontekstual sebagaimana teori fisika klasik dengan teori relativitas. Makanya sampai sekarang banyak fisikawan yang mencoba menyusun teori dasar baru yang berlaku umum, istilah mereka unified field theory, atau theory of everything. Dan nampaknya, kalau terasa ada pertentangan dengan kitab suci, maka pemahaman kitalah yang belum pas. Masalahnya mbah termasuk yang tidak berkesampatan belajar kitab suci secara intensif. Yang sempat pun juga kadang-kadang ditanyai nggak memuaskan jawabannya, "pokoknya percaya aja!". Kata pokoknya sangat susah diterima akal. Padahal kita memang dibekali akal. Selain itu kita juga sudah diperingati untuk mempergunakan akal dan tidak sekedar mengikuti nenek moyang bulat-bulat. Mungkin ini yang dibilang orang taklid buta ya?! Sedangkan orang yang hilang akal, atau anak kecil yang dianggap belum mempunyai akal mencukupi, tidak dimintai pertanggungjawaban urusan dunianya. Berarti sebaliknya, yang akalnya ada harus mempertanggungjawabkan kesaksiannya dong?!

Ok deh, kembali ke topik. Mari kita coba kupas satu-satu... Mulai dari data-data yang ada. Dari yang mudah dulu...

Surga dan Neraka

Apa sih surga dan neraka itu? Gitu aja ditanyain! ...Memang nggak ada yang aneh di sub judul ini, cuman biar nyambung aja alurnya. Bisa dilewati langsung ke sub judul di bawah.

Nobody knows exactly. Dalam kitab suci hanya sedikit dijelaskan, mungkin karena termasuk hal ghaib bagi manusia. Dijelaskan dengan cara apapun, tidak akan terasa tepat. Sebagaimana menjelaskan warna kepada orang buta, atau nada kepada orang tuli. Tapi minimal memberikan sedikit gambaran daripada blank sama sekali, atau terpaksa percaya pada "pokoknya" atau "katanya nenek moyangku". Dari sedikit informasi yang ada, bisa disimpulkan tentang surga dan neraka kurang lebih sebagai berikut:

  • Surga = kenikmatan luar biasa; Neraka = penderitaan luar biasa.
  • Keduanya bertingkat-tingkat kelasnya.
  • Kenikmatan di surga dan penderitaan di neraka hanya dijelaskan secara simbolik. Karena pada hakikatnya tidak dapat dibandingkan dengan yang ada di dunia, tidak terbersit oleh pikiran dan hati manusia (dalam wawasan manusia). Jadi untuk membayangkan realitanya saja tidaklah mungkin, namanya juga hal ghaib.
  • Surga diisi orang-orang "baik", neraka diisi orang-orang "jahat"

Karena nggak ada data lain, kita terima dulu ini sebagai raw data. Karena kita memang perlu menerima data yang ada sebelum ada data lain yang lebih valid, tanpa judging dulu. Percaya dengan data yang ada meskipun ghaib, lebih mending daripada menganggap suatu data bohong. Karena membuang data berarti menutup peluang, minimal mengurangi ketelitian riset. Dengan lebih banyak data, minimal secara statistik error analisisnya makin kecil. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa pikiran kita akan selalu penasaran membuat hipotesa-hipotesa sendiri. 

Amal, Takdir dan Keadilan

Sekarang tentang amal dan takdir. Di sini kebingungan dimulai karena takdir yang juga ghaib mulai bercampur dengan amal yang nyata. Bagi kebanyakan orang, amal yang dilakukannya adalah atas usahanya sendiri. Padahal, pada di tempat lain dikatakan bahwa pada hakikatnya tidak ada selembar daun pun jatuh kecuali atas izinNya. Apalagi amal yang begitu kompleks, dengan banyak metode ritual, dan banyak pihak yang terkait. Tentunya jauh dari sekedar usaha seseorang! Berarti seseorang beramal tentu karena izinNya, berdasarkan takdirnya yang sudah ditentukan.

Ada juga pernyataan bahwa doa dapat merubah takdir. Tapi bukankah seseorang akan berdoa atau tidak, baik untuk dirinya maumpun orang lain, juga termasuk takdir?! Jadi, di mana otonomi manusia sebagai khalifah, kalau kejadiannya sudah ditentukan skenario besar yang disebut takdir? Di mana poin seorang pelacur yang dikatakan Nabi akan masuk surga hanya gara-gara memberi minum anjing yang setengah mati kehausan? Berarti sejak awal kita sudah ditentukan akan masuk surga atau neraka dong?! Lalu di mana keadilan Tuhan? Untuk apa kita ditempatkan di bumi? Untuk diuji? Apanya yang diuji kalau sudah ditentukan? Bukankah ini sangat wajar kalau mengganggu pikiran?

Dari ngelmu-gathuk lain (moga-moga diberi umur panjang untuk menulisnya di sini), untuk sementara mbah simpulkan bahwa yang jadi otonomi manusia adalah menggunakan akal untuk mengatur suasana hati. Istilah kerennya memperbaiki akhlak. Seperti tujuan utama diturunkannya agama, 'dien', petunjuk, juklak, metode, faham, falsafah. Atau terserah istilahnya asal nggak malah menimbulkan perpecahan, karena masing-masing membaggakan kelompoknya dan merendahkan yang lain. Pengesahan kesimpulan sementara ini juga ada pada sabda Nabi "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ini ada sepotong daging. Apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan bila ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, sepotong daging itu ialah hati." (HR. Bukhari - Muslim).

Sedangkan keadilanNya adalah justru dengan memberi pilihan dengan otonomi itu. Kalau ditentukan kan nggak fair. Coba kita bandingkan dengan permisalan seorang pegawai yang melakukan kesalahan fatal. Lebih fair dipecat tanpa pilihan, atau diberi pilihan: "pilih potong gaji untuk denda kesalahnnya, turun jabatan, atau cari pekerjaan lain dengan pesangon?". Pilihan mana yang lebih fair? Dengan asumsi bahwa otonomi kita hanya untuk mengatur suasana hati, maka itu berlaku sama untuk semua orang, dari jaman ke jaman. Entah kaya, miskin, jelek, cantik, sehat, atau cacat, selama bukan cacat mental. Ingat kan, yang tidak berakal bebas dari tanggung jawab. Meskipun kelihatannya masing-masing berbeda tantangan, tapi asumsi ini cukup masuk akal. Tingkat kesulitannya mungkin sama. Bagaimana yang diberi kelebihan harus bersyukur, dermawan, memerangi kesombongan, tetap ingat bahwa yang dimilikinya hanya titipan, dll. Sedangkan yang diberi kekurangan harus bersabar menerima dan terus berusaha, tidak iri, memerangi godaan untuk mencuri, mencari pertolongan jin, dll. Di alam ini pun, orang sudah bisa merasakan siksaan perasaannya sendiri, jika salah pilih rasa-rasa jelek. Apalagi kalau sampai jadi perbuatan jelek dan dihukum.

Analogi Ayat-ayat di Alam

Bagi kita-kita yang tidak mendapat kesempatan mempelajari ayat-ayat tersurat secara intesif, ternyata disediakan ayat-ayat tersirat di setiap sudut alam ini. Karena seluruh alam ini juga termasuk ayat-ayat yang tidak akan cukup dituliskan jika seluruh daun sebagai kertasnya, dan tintanya sebanyak air laut. Gimana mungkin cukup kalau setiap sel daun aja mengandung banyak ayat?! Kejadian-kejadian alam mengikuti sunnahNya, ayat-ayatNya, tanpa otonomi memilih. Tersebar di mana-mana bagi semua yang mau membacanya. Dan banyak orang-orang yang tidak menyadari bahwa mereka telah berhasil menyampaikan ayat demi ayat dalam bentuk teori ilmiah. Orang-orang ini sering disebut sebagai ilmuwan. Banyak yang atheis. Tapi mereka bersungguh-sungguh mencari kebenaran dengan cara mereka. Dan mungkin memang untuk itulah mereka diciptakan. Hasilnya memang tidak sedahsyat ayat-ayat yang tersurat. Tapi untuk yang masih ecek-ecek kayak mbah ini, nggak mudheng kalau langsung ke ayat-ayat tersurat yang dahsyat. Silau man! Yang gampang-gampang aja dulu. Yang tersurat mbah tempatkan sebagai kunci jawaban. Jiplakan untuk mengcross-check bacaan yang tersirat, yang mungkin saja tercampur dengan kepentingan penyampainya atau mengandung error.

Untuk memahami keberadaan surga dan neraka, gejala-gejala alam terbaca yang mungkin bisa dijadikan analogi (qiyas) antara lain ini:

  • Resonansi.
  • Kecenderungan like atract like dan keseimbangan.
  • Materi adalah getaran energi, kumpulan standing wave.
  • Pembiasan cahaya pada prisma.

Resonansi hati

Suasana hati akan mempengaruhi jalan pikiran. Jenis objek pikiran menentukan apa yang diputuskan, dikatakan, atau dilakukan. Orang yang memelihara rasa benci misalnya, pikiranya nggak akan jauh-jauh dari urusan balas dendam. Dan yang dilakukan akan mempengaruhi benda di sekitarnya, masuk ke pikiran orang-orang lain di sekitarnya melalui indra mereka, sampai akhirnya ke hati. Sering kita lihat dalam satu kelompok orang, jika ada satu yang marah, maka biasanya akan saling marah satu sama lain. Begitu juga jika ada yang memulai ketawa atau termehek-mehek. Yang lain mengikuti seperti reaksi berantai. Tapi jika frekuensi dasarnya tidak sama, orang tidak akan mudah terpengaruh. Mirip dengan gejala resonansi dalam fisika. Setiap orang pada dasarnya selalu mendakwahkan suasana hatinya melalui resonansi tanpa disadari. Orang perlu membiasakan diri cukup lama agar frekuensi dasarnya bergeser.

Like atract like dan keseimbangan

Misalnya dalam suatu pesta prasmanan terdapat banyak tipe orang yang saling tidak mengenal. Kemudian satu dua orang mulai ngobrol. Pindah orang, ngobrol lagi, dst. Jika waktunya cukup, maka lama-lama akan terbentuk dengan sendirinya kelompok-kelompok orang yang merasa saling cocok. Kecendrungan ini tidak hanya pada manusia, tapi banyak juga ditemui dalam berbagai gejala alam. Bagaimana menggumpalnya kabut membentuk planet-planet, terbentuknya ekosistem tumbuhan maupun hewan, berbagai reaksi kimia, dan lain-lain.

Tetapi jika suatu gumpalan kelompok menjadi terlalu besar, akan berlaku hukum kesimbangan. Berubah atau hancur. Hal ini nampaknya diperlukan untuk menjaga dinamika kejadian. Berlangsungnya proses penciptaan. Kelompok besar akan pecah, atau bergabung dengan yang lain melalui suatu reaksi tertentu. Orang mengalami kebosanan pada keramaian kelompoknya dan pindah kelompok lain, bintang-bintang meradiasikan materinya dalam bentuk radiasi dan foton ke planet yang lebih kecil, kelompok predator yang menghabiskan mangsa akan mati kelaparan, kalor berpindah dari benda panas ke benda dingin, dan lain-lain.

Semua adalah getaran

Dari dua fenomena di atas saja sudah cukup meyakinkan bahwa pada dasarnya semua adalah getaran. Gerakan naik-turun, mengembang-mengempis, berputar CW-CCW, fluktuasi dalam berbagai frekuensi yang bercampur, namun harmonis. Ada nada bass yang periodenya sangat lama sampai-sampai gerakannya tidak disadari, mungkin hanya bergetar sekali tiap jutaan tahun. Atau nada treble yang sangat tinggi sehingga tidak terdeteksi alat apapun. Ada yang mendengung dan ada yang ritmis. Setiap frekuensi dalam range spektrum tertentu menimbulkan fenomena yang berbeda-beda. Satu contoh fakta yang cukup menarik, bahwa warna hijau ternyata adalah frekuensi nada C pada oktaf ke 32. Nuansa yang terbentuk dalam persepsi terasa mirip. Bahkan bumi mempunyai nada dasar, schumann frequency. Frekuensi gelombang otak juga menunjukkan kondisi seseorang, apakah sedang santai, semangat, atau tidur. Percobaan menggetarkan non-newtonian fluid pada berbagai frekuensi juga menujukkan fenomena yang unik. Menggambarkan pembentukan berbagai jenis materi, mendekati pola-pola platonic solids. Intinya, makin banyak penelitian yang membuktikan bahwa semuanya adalah getaran. Termasuk quark, bentuk terkecil materi yang sudah terdeksi saat ini, dicurigai hanya pusaran gelombang elektomagnetik bergetar, relatif diam di tempat, standing wave istilahnya. Bergesernya getaran kumpulan quark tersebut yang mebuat seolah-olah elektron yang dibentuknya bergerak mengorbit proton dan neutron, yang notabene tersusun dari quark-quark juga. Semua bertasbih dengan caranya masing-masing. Menjaga ayat-ayat untuk kita baca.

Sampai di sini kita perlu berhenti sejenak... Jadi, apa arti benda nyata? Kenapa kita mesti terbius dengan perasaan memiliki atau kehilangan harta benda, yang ternyata hanya konser gelombang elektromagnetik? Mana yang lebih nyata, materi atau persepsi kita? Bagaimana kalau musiknya berubah, atau persepsi kita yang di-tuning ulang ke range frekuensi yang sebelumnya tidak terdeksi alat apapun? Tentunya semua yang ada seolah-olah akan lenyap, dan sesuatu yang tidak terbersit oleh pikiran dan hati manusia akan muncul!!!

Dalam film MATRIX, ada satu tokoh antagonis yang berkata "Ketidaktahuan (tertipu fenomena kenikmatan dalam dunia matrix) adalah suatu berkah", sambil minum anggur. Dia justru menyesal mengetahui bahwa rasa anggur yang diminumnya ternyata hanyalah sinyal-sinyal yang diinjeksikan ke dalam otaknya. Begitukah pilihan kita?

Hipotesis surga dan neraka

Kembali ke permasalahan awal. Gimana sih logisnya pemahaman tentang kaitan keadilanNya, ketetapanNya, dengan masalah amal, surga dan neraka? Apakah ketetapannya akan berubah karena doa kita?

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui" (QS [30]Ar-Ruum : 30)

So... Who's in charge?? You??? 

Pertanyaan BESAR bukan? Ok deh, pertama kita harus mengakui bahwa kita not in charge, not even a thing! We are nothing!! Terus, ngapain coba?

Well... terus terang kita memang akhirnya harus pasrah dan ikhlas mau diapain aja. Tapi coba kita lihat the bright side, bahwa sebagian ketetapanNya yang pasti, sudah dibocorkan lewat ayat-ayatNya dalam berbagai simbol kejadian alam, dan kita dibekali juga kunci jawaban berupa ayat-ayat yang tersurat. Kunci ini yang akan mengiyakan atau menidakkan bacaan kita atas fenomena alam. Antara lain dikatakan bahwa manusia yang baik dan jahat akan dipisahkan nantinya. Tahap dahsyat ini yang disebut kiamat besar. Dan tahapannya juga tidak sekali jadi. Ada berbagai tahap yang disimbolkan dengan padang ma'syar, shirotul mustaqim, pengadilan akbar, pelunasan dosa di neraka, dan mungkin ada banyak lagi informasi yang belum dibocorkan. Yang baik dikumpulkan dengan yang baik, dan sebaliknya. Ini masih matching dengan hukum like atract like. Pemisahan ini mungkin juga bisa dianalogikan dengan fenomena pembiasan cahaya yang melewati prisma. Suatu separator frekuensi yang akan mengelompokkan seluruh frekuensi-frekuensi di jagat ini. Termasuk berbagai frekuensi kebaikan dan kejahatan. Tahapanya juga sangat mungkin berulang-ulang, sejumlah macam alam nanti.

Sampai pada akhirnya, setiap kecenderungan jiwa menjadi terpisah dalam beberapa kumpulan yan masing-masing yang mendekati homogen. Seperti terpisahnya warna putih menjadi me-ji-ku-hi-bi-ni-u pelangi oleh prisma kiamat. Ke dalam situasi yang disebut sebagai tingkat-tingkatan surga dan neraka. Manusia juga dilipatgandakan seluruh aspek kehidupannya. Umurnya, persepsinya terhadap kenikmatan, kekuatan dan daya tahannya. Sampai bisa survive dan recover meskipun dibakar atau dipotong-potong. Kenikmatan dan kesakitan yang dirasakan juga berlipat ganda. Seandainya dalam kondisi seperti ini, dan dengan keadilanNya semua kelompok diberi modal yang sama, katakanlah mirip dengan dunia ini, agar mudah dibayangan... Apa yang kira-kira akan terjadi?

Jika keadaannya seperti ini, tentunya kumpulan jiwa-jiwa baik akan saling mengasihi dan bahu-membahu membangun surga mereka. Sedangkan kumpulan jiwa-jiwa jahat akan saling marah, benci, perang, dan menyiksa satu sama lain. Mereka akan membuat neraka mereka sendiri. "Itulah ayat-ayat Allah, Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya." (QS [3]Al-Imron : 107). "Dan tidaklah Kami menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS [43]Az-zukhruf : 76).

Cukup ya?

Rasanya hipotesis ini sementara cukup memuaskan kebingungan mbah. Nggak tahu dengan sampeyan-sampeyan. Kalo ini dianggap mengada-ada ya monggo. Tapi maksud mbah hanya sekedar mengurangi keraguan karena serangan kebodohan pikiran sendiri. Dengan menulisnya semoga bisa bermanfaat bagi yang punya keraguan yang sama. Yang perlu kita ingat lagi adalah: We are nothing!!  Karena itu juga kita hanya bisa meraba-raba. Tidak ada seorang pun yang tahu  yang sesungguhnya, kecuali dikehendaki. Itu pun kayaknya peluangnya tipis deh.

"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS [31]Luqman : 34).

Tidak ada komentar: